
Saya Teringat suatu ketika. Waktu itu ketika masih duduk di kelas 5 sekolah dasar, guru saya (Kalwan, S.Pd.) berkata kepada saya: "Neraskeun Sakolana ka Gontor atuh= melanjutkan sekolahnya Ke-Pesantren Gontor ya!"
Namun apa daya, karena ini merupakan kehendak Yang Maha Kuasa, namun Alhamdulilah saya diberikan kesempatan untuk meneliti dan mengadopsi Karakteristik Pondok Modern ini. Semoga!
Sejarah
Pondok Modern Darussalam Gontor memiliki sejarah yang panjang, sejak sebelum berdirinya pondok ini, telah berdiri Pondok Tegalsari, kemudian masuk ke masa Pondok Gontor lama, yang didirikan oleh Kyai Sulaiman Jamaluddin. Setelah redupnya pondok ini pada generasi ketiga yang dipimpin oleh Kyai Santoso Anom Besari, datanglah masa Pondok Gontor baru yang dimulai oleh KH. Ahmad Sahal, KH. Ahmad Fananie dan KH. Imam Zarkasyi.
Hingga saat ini, Pondok Modern Darussalam Gontor telah memasuki era kepemimpinan generasi kedua, yang dipimpin oleh KH. Abdullah Syukri Zarkasyi, MA, KH. Hasan Abdullah Sahal, dan KH. Syamsul Hadi Abdan, S.Ag.
Pondok Modern mengambil jiwa pendidikan pondok sebagai landasan ialah: keikhlasan, kesederhanaan, kebebasan, menolong diri sendiri, dan ukhuwwah Diniyah.
Jiwa pendidikan Pondok ini telah berabad-abad lamanya tertanam di dalam alam pendidikan Indonesia, dan merupakan pendidikan asli yang terdapat di negeri ini. Hanya sistem dan isi pelajarannya, sekarang perlu diubah dan dibidangnya perlu diperluas, disesuaikan dengan kemajuan zaman. Perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
MEMBENTUK MENTAL DAN KARAKTER (CHARACTER BUILDING)
Di dalam kehidupan masyarakat, faktor akhlaq anggotanya merupakan salah satu faktor yang menentukan corak kehidupan masyarakat tersebut. Di Pondok Modern pendidikan akhlaq atau pembentukan mental/karakter ini sangat diutamakan.
Di Pondok Modern ini semua pelajar diberi kebebasan seluas mungkin, akan tetapi mereka dididik bertanggung jawab, semboyan bagi setiap pelajar Pondok Modern ialah:
- Berbudi Tinggi
- Berbadan sehat
- Berpengetahuan luas
- Berfikiran bebas
KEMAJUAN YANG MEYAKINKAN
Dalam pertumbuhan dan perkembangannya Pondok Modern telah mencatat kemajuan-kemajuan yang menyakinkan masa depannya. Mula-mula pada tahun 1926 didirikan Sekolah Dasar atau ibtidaiyah dengan nama TARBIYATUL ATHFAL (TA). Tingkat dasar ini berjalan dengan baik dan berkembang meluas ke daerah-daerah sekitar, sebagai cabang dari Tarbiyatul Atfhal Darussalam Gontor.
Sepuluh tahun kemudian didirikan SEKOLAH MENENGAH PERTAMA atau TSANAWIYAH ULA, yang kemudian disempurnakan dengan mengadakan SEKOLAH MENENGAH TINGKAT ATAS atau ‘ALIYAH berbentuk Sekolah Guru Atas dengan nama “KULLIYATU-L- MU‘ALIMIN AL-ISLAMIYAH” (KMI). Di dalamnya, diajarkan pelajaran agama, umum, dan bahasa asing.
Setelah mendirikan KMI, untuk sementara TA terpaksa dilepaskan dan masing-masing berdiri sendiri di luar Pondok Modern Darussalam Gontor. Hal ini terpaksa dilakukan untuk memusatkan perhatian ke arah langkah yang meningkat.
Pada tahun 1940 didirikan tingkat yang lebih tinggi dari KMI yaitu Sekolah Guru Tinggi (BI) Agama dan Bahasa Arab dengan maksud untuk mencukupi hajat masyarakat akan kekurangan guru di Sekolah-sekolah Menengah pada umumnya. Tetapi tingkat ini hanya berlangsung sampai tahun 1945, disebabkan oleh pergolakan di tanah air. Pada tahun itu, pemuda-pemuda Pondok Modern, terutama dari tingkat atas, banyak yang meninggalkan pondoknya dan aktif dalam revolusi fisik mengusir penjajah.
Baru, pada akhir tahun 1963, tingkat tinggi itu dibuka kembali, dengan mendirikan PERGURUAN TINGGI “DARUSSALAM”. Untuk pertama kali, dibuka dua fakultas, yaitu Fakultas Tarbiyah dan fakultas Ushuluddin.
SINTESA EMPAT UNSUR
1. AL-AZHAR di Republik persatuan Arab, dengan kubu pertahanan Islamnya, wakafnya yang luas dan keabadiaanya;
2. Pondok SYANGGIT di Afrika dengan kedermawanan pengasuhnya sampai segala ongkos hidup mahasiswa ditanggung oleh Pondoknya pula;
3. ALIGARH di India, dengan modernisasinya atau Revival of Islam-nya;
4. ANTINIKETAN á la Rabindranat Tagore di India, dengan kesederhanaan dan kedamaiannya.
YAKIN AKAN PERTOLONGAN ALLAH SWT
Pondok Modern Darussalam Gontor didirikan tanpa modal material, kecuali sebuah masjid yang sudah sangat tua dan sebidang tanah, warisan (peninggalan) dari pengemudi (Kyai) Pondok yang lalu.BANTUAN LUAR NEGERI
Mutiara-mutiara gontor yang disajikan dalam buku ini disajikan oleh Tasirun Sulaiman untuk mengajak pembaca agar berpikir lebih bijak khususnya dalam menyikapi perbedaan-perbedaan ideologi dan pemahaman yang sering terjadi di sekitar kita. Trimurti memberikan contoh yang sangat kompleks tentang bagaimana seharusnya islam diterapkan dalam kehidupan.
Di antaranya adalah dalam hal Kebersamaan, dengan menjadikan kitab bidayatul mujtahid sebagai contoh konkrit dari sesepuh islam jaman dulu, kebersamaan atau toleransi menjadi fokus para pendiri Gontor. Contoh kesederhanaan dengan bukti keseharian keduanya sebagai orang yang jauh dari jeratan melik dan kerakusan. Bahkan K.H. Imam Zarkasyi tetap konsisten dengan box toyota kijang dan Daihatsu Hijau milik beliau. Contoh keikhlasanpun diajarkan dengan elok, kedua Kiai tak hanya mengajar di ruang-ruang kelas, melainkan seberapa jauh kedekatan emosi yang diharapkan oleh santri-santri selalu dapat terpenuhi, waktu mereka telah direlakan untuk santri dan umat.
Tentang Ketegaran?. Atas pemikiran K.H Ahmad Sahal dan K.H Imam Zarkasyi, Gontor menjadi pusat perhatian saat itu, terobosan-terobosan yang diajarkan dalam pondok pesantren modern ini mencengangkan tidak hanya bagi tokoh-tokoh islam indonesia melainkan juga beberapa negara timur tengah dan juga barat. Untuk menjadi seperti itu bukanlah mudah. Walaupun keraguan dan kekhawatiran sempat terjadi di kalangan masyarakat, namun dengan keyakinan yang kuat sang Kiai mampu mengiring Gontor menghasilkan para alumni yang dibutuhkan oleh negeri ini.
Sedangkan pengorbanan, nyawa jadi taruhan mereka sang pendiri Gontor. Semua nilai-nilai nyaris mampu dicontohkan dengan baik. Ketegaran dan kuatnya tekad K.H. Ahmad sahal dan K.H. Zarkasyi dalam memperjuangkan agar Gontor dapat tetap hidup dan menjadi perekat umat memberikan nilai kekuatan tersendiri bagi para keluarga besar gontor, namun tidak puas hanya sampai di situ tujuan yang diharapkan oleh kedua pendiri gontor itu, kematianpun ibarat kue yang pantas diperebutkan demi tumbuhnya nilai-nilai islam yang menyejukkan semua golongan tanpa adanya prasangka-prasangka dan sikap ke-akuan yang tinggi di nusantara.
“Sebagai perekat umat”, itulah yang diharapkan dari para lulusan Gontor. Namun itu jugalah yang hendaknya jadi moto semua lembaga-lembaga islam di negeri ini, khususnya pondok-pondok pesantren. Dengan menyebutkan satu demi satu nama-nama lulusan Gontor dan pencapaian-pencapaian gemilang mereka serta bagaimana menyikapi perbedaan peran mereka dalam berkontribusi pada umat, Tasirun tidak hanya ingin memotivasi santri-santri yang tengah berada di lembaga itu melainkan juga berpesan kepada seluruh pembaca bahwa setidaknya harapan dari para pendiri Gontor telah menemukan awal wujudnya.
Sisi-sisi positif sangat tergambar dengan jelas dalam buku ini, penulis lebih banyak menampakkan kegemilangan pencapaian para alumni Gontor. Kritik dan permasalahan seolah tak pernah terjadi di Gontor, melainkan sedikit. Sejatinya, kesuksesan dan gemerlapnya pencapaian para alumni tidak akan lepas dari kesuksesan mereka dalam menghadapi setiap masalah saat berada di Gontor. Selain itu, penggunaan bahasa yang dilatarbelakangi pengalaman penulis sebagai santri Gontor cenderung sulit dipahami oleh mereka yang tidak pernah mengenyam di sana, begitu juga masyarakat pedesaan yang sebenarnya banyak di antara mereka yang menitipkan anak mereka di Gontor.
Hairul Muslimna
Mahasiswa dan Santri PonPes Universitas Islam Indonesia (UII)
Di Yogyakarta
Sumber:
http://gontor.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=67&Itemid=53